Trias politica, atau “tiga kekuasaan”, merupakan teori politik yang dikembangkan oleh filsuf politik Perancis abad ke-18, Charles-Louis de Secondat, Baron de Montesquieu, dalam karyanya yang terkenal, “The Spirit of the Laws” (Ruang Hukum). Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan dalam negara harus dibagi menjadi tiga cabang yang berbeda, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif, yang masing-masing berfungsi sebagai “check and balance” atau pengawasan dan keseimbangan satu sama lainnya.

Namun, terdapat juga beberapa ahli yang mengembangkan teori ini setelah Montesquieu, termasuk filsuf politik Swiss, Jean-Jacques Rousseau, yang mengusulkan bahwa kekuasaan rakyat atau kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan utama dalam negara demokratis. Meskipun demikian, istilah “trias politica” lebih sering dikaitkan dengan Montesquieu dan teori awalnya.

Konsep ini mengemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu negara harus dibagi menjadi tiga cabang yang terpisah, yaitu:

  1. Kekuasaan Legislatif: cabang yang membuat undang-undang dan mengawasi kekuasaan eksekutif. Biasanya dipegang oleh parlemen atau majelis legislatif.
  2. Kekuasaan Eksekutif: cabang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Biasanya dipegang oleh kepala negara, perdana menteri, dan menteri-menteri dalam pemerintahan.
  3. Kekuasaan Yudikatif: cabang yang bertanggung jawab atas penegakan hukum dan keadilan. Biasanya dipegang oleh hakim-hakim dalam pengadilan.

Konsep Trias politica bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga keseimbangan antara kekuasaan pemerintah dan hak-hak rakyat. Konsep ini menjadi dasar bagi sistem pemerintahan di banyak negara modern, termasuk negara-negara demokrasi.

Beda Trias Politik Pada Sistem Presidensil dan Sistem Parlementer

Trias Politica atau pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif merupakan prinsip dasar dalam sistem pemerintahan yang demokratis.

Perbedaan antara trias politica pada sistem presidensial dan parlementer terletak pada pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif.

Pada sistem presidensial, kekuasaan eksekutif dan legislatif terpisah secara tegas, di mana presiden atau kepala negara memiliki kekuasaan yang luas untuk memimpin pemerintahan dan mengambil keputusan, sedangkan parlemen bertanggung jawab untuk membuat undang-undang dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Kekuasaan yudikatif tetap berada pada sistem peradilan yang independen.

Sementara pada sistem parlementer, kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak terpisah secara tegas, di mana perdana menteri atau kepala pemerintahan merupakan anggota parlemen yang dipilih dan bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen memiliki kekuasaan yang besar dalam menentukan kebijakan pemerintah dan dapat memilih untuk menggulingkan pemerintah jika tidak puas dengan kinerjanya. Kekuasaan yudikatif tetap berada pada sistem peradilan yang independen.

Dalam kedua sistem tersebut, pemisahan kekuasaan antara yudikatif dengan eksekutif dan legislatif tetap dijaga untuk menghindari konsentrasi kekuasaan yang berlebihan pada satu kekuatan.